8.1.2.1. Media Komunikasi Masa Lalu (Kuno)
Komunikasi adalah penyampaian pesan atau informasi oleh seseorang kepada orang lain atau pihak lain secara langsung (lisan) maupun tidak langsung (menggunakan alat atau media komunikasi) Beberapa alat komunikasi tradisional pada masa kuno sebagai berikut.
1. Telepon Kaleng
Meski identik dengan mainan anak-anak, tetapi telepon kaleng bisa juga digunakan sebagai alat untuk menunjang komunikasi sederhana. Cara kerja telepon kaleng juga sangat sederhana, yakni menggunakan kaleng sebagai resosnsor suara dan tali memanjang sebagai perambat suara yang menghubungkan dua orang. Syarat utama agar teropong kaleng ini bisa bekerja adalah dengan menegangkan tali agar tidak sampai kendur atau longgar.
Jangkauan maksimum telepon kaleng sangat terbatas tetapi dahulu, ratusan inovasi teknis (menghasilkan sekitar 300 paten) meningkatkan jangkauan mereka menjadi sekitar setengah mil (800 m), atau lebih dalam kondisi ideal. Contoh dari salah satu perusahaan tersebut adalah 'Pulsion Telephone Supply Company' Lemuel Mellett di Massachusetts, yang merancang versinya pada tahun 1888 dan menyebarkannya di jalur rel kereta api, konon dengan jangkauan 3 mil (4,8 km). Baca selengkapnya...
2. Daun Lontar
Daun lontar atau daun siwalan digunakan sebagai bahan menulis naskah yang dipakai di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Di Nusantara banyak ditemukan naskah lontar, di antaranya dari Jawa, Sunda, Bali, Madura, Lombok, dan Sulawesi Selatan. Di Sulawesi Selatan, lontar dikenal dengan sebutan lontara. Bentuk lontara agak berbeda dengan lontar dari Jawa dan Bali. Lontar di Sulawesi Selatan disambung-sambung sampai panjang dan digulung menyerupai sebuah kaset.
Tulisan yang ditulis dengan media daun lontar tidak begitu awet dibandingkan dengan prasasti yang ditulis pada batu ataupun lempengan kuningan. Lama-kelamaan akan menjadi berumbai, uratnya meretak dan yang paling buruk adalah mudah dimakan serangga sehingga menjadi lekas rapuh. Naskah dari daun lontar tersebut paling tinggi atau paling lama berusia 100 sampai 150 tahun. Dengan demikian, naskah Jawa Kuno itu tersimpan dalam salinan yang tidak berusia terlalu tua. Demikian pula yang tersimpan di Bali, dituliskan di Bali dengan huruf Bali dan bahan kertas dari Bali pula. Baca selengkapnya...
3. Prasasti
Pada masa itu, orang telah mengenal aksara Jawa Kuna, serta aksara Dewanagari. Adapun bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa Kuna, bahasa Sanskerta, dan Melayu Kuna, sebagaimana terbukti dari prasasti emas yang ditemukan di daerah Ratu Boko. Pada prasasti tersebut digunakan bahasa Jawa Kuna (bahasa ibu), bahasa Sanskerta (untuk kepentingan keagamaan), dan bahasa Melayu Kuna (untuk perdagangan).
Pahatan aksara di atas prasasti merupakan hasil karya para penulis prasasti atau citralekha. Di dalam memahat prasasti seorang citralekha menggoreskan aksara sesuai dengan kemampuan dan keinginannya, dalam arti tidak ada bentuk yang baku. Dengan demikian ada aksara yang tampak dipahat dengan sangat rapi, tetapi ada pula yang ditulis seakan-akan dalam keadaan tergesa-gesa. Baca selengkapnya....
4. Merpati Pos
Macam-macam alat komunikasi tradisional yang selanjutnya adalah burung merpati. Merpati adalah hewan cerdas yang mampu mengenali arah. Dengan latihan khusus, merpati bisa menjadi hewan penyampai pesan dari satu tempat ke tempat lain. Apalagi, kecepatan terbang merpati juga cukup tinggi. Biasanya, pesan digulung kemudian diletakkan pada tempat khusus yang ada pada kaki burung merpati. Burung merpati akan terbang sesuai dengan arah yang sudah diajarkan.
Di Museum Brawijaya Surabaya masih tersimpan Burung merpati pos yang pernah digunakan sebagai kurir di daerah Komando Ronggolawe Lamongan/Bojonegoro dengan front Surabaya pada tahun 1946. Burung merpati pos yang diberi pangkat 'letnan' ini menyampaikan pesan-pesan dari para pejuang di kawasan Lamongan dengan Surabaya. Karena merpati pos ini, komunikasi antara para pejuang bisa lancar dilakukan.
Hingga akhirnya, kepak sayap merpati terendus tentara Belanda atas informasi penghianat bangsa. Penembak jitu tentara Belanda berhasil membidik 'letnan' merpati yang tengah terbang pada sebuah sebuah misi. Dalam kondisi tertembak 'Letnan Sang merpati Pos' masih kuat terbang sampai tujuan dan akhirnya jatuh di depan Komandan Tentara Republik, dan mati. Baca selengkapnya...
5. Sinyal Asap
Pada awalnya penggunaan isyarat diciptakan pada zaman Yunani masa pemerintahan raja Darius I (522 –486 SM). Isyarat yang digunakan adalah dengan menyuruh orang berdiri di ketinggian dan kemudian menyalakan api . Setiap asap yang ditimbulkan dari api tersebut akan menciptakan beberapa pesan yang akan diterima dan dimengerti oleh orang- orang yang dituju . Kecepatan sampainya pesan atau berita dari Sinyal asap ini kira - kira sama dengan kecepatan 30 kali lebih cepat daripada menggunakan kurir yang berlari secara marathon
Adapun pada zaman Cina kuno, para tentara yang memiliki tugas jaga ditempatkan di sepanjang Tembok Besar Cina untuk saling memperingatkan satu sama lain akan adanya serangan musuh dengan cara memberikan sinyal melalui menara satu ke menara lainnya . Niscaya mereka bisa mengirimkan pesan – pesan yang diinginkan sejauh 480 km atau 300 mil hanya dalam waktu beberapa jam saja .Baca selengkapnya...
6. Lonceng
Lonceng digunakan pertama kali dalam gereja Katolik sekitar tahun 400 masehi, dan dianggap diperkenalkan oleh Paulinus, Uskup Nola, sebuah kota di Campania, Italia. Lonceng digunakan oleh umat Kristiani untuk memberi tanda waktu beribadah, biasanya dibunyikan tiga kali, pada pukul 06.00. 12.00, dan 18.00. Penggunaannya menyebar luas dengan cepat dan tidak hanya digunakan untuk mengumpulkan umat dalam acara keagamaan, tetapi juga sebagai alat untuk mengabarkan suatu berita kepada masyrakat, sebagai penanda waktu, juga sebagai peringatan ketika ada bahaya, untuk
Dahulu lonceng digunakan dalam ritual Buddhisme dan Hinduisme. Dalam agama Buddha genta digunakan untuk menandai waktu beribadah, genta besar biasanya diletakkan di wihara dan dibunyikan pada waktu-waktu tertentu. Pada agama Hindu terutama Hindu Bali genta kecil berukir wajra digunakan pedanda (pendeta) Hindu dalam ritual pemujaan. Baca Selengkapnya...
7. Kentongan
Macam-macam alat komunikasi tradisional yang pertama adalah kentongan. Kentongan adalah alat komunikasi tradisional yang sampai sekarang masih banyak digunakan. Suara khas yang dihasilkan kentongan membuat alat ini mudah dikenali sebagai sinyal atau tanda untuk mengumpulkan orang.
Zaman dahulu, masyarakat Indonesia menggunakan kentongan untuk alat komunikasi masa, sebagai pertanda jika ada kejadian berbahaya seperti maling, gempa bumi, atau orang yang meninggal dunia. Salah satu isyarat nada kentongan yang paling populer adalah ketika Anda mendengar ketukan tempo pelan berarti menandakan kondisi aman. Sementara jika terdengar suara kentongan dengan tempo cepat maka menjadi pertanda bahaya datang
8. Bedug
Bedug sebenarnya berasal dari India dan Cina. Berdasarkan legenda Cheng Ho dari Cina, ketika Laksamana Cheng Ho datang ke Semarang, mereka disambut baik oleh Raja Jawa pada masa itu. Kemudian, ketika Cheng Ho hendak pergi, dan hendak memberikan hadiah, raja dari Semarang mengatakan bahwa dirinya hanya ingin mendengarkan suara bedug dari masjid. Sejak itulah, bedug kemudian menjadi bagian dari masjid, seperti di negara Cina, Korea dan Jepang, yang memposisikan bedug di kuil-kuil sebagai alat komunikasi ritual keagamaan.
Di Indonesia, bedug biasa dibunyikan untuk pemberitahuan datangnya waktu shalat atau sembahyang. Saat ini bedug banyak digantikan oleh pengeras suara, sehingga hanya sebagian saja masjid atau mushola yang masih menggunakan bedug. Baca Selengkapnya...
Prakarya kelas 8 Smt 1 Aspek Rekayasa